>

HUBUNGI HP 081332003107

Sabtu, 10 April 2010

FANATIK TAPI MUNAFIK

FANATIK TAPI MUNAFIK


Di antara perilaku luhur yang konon dimiliki bangsa Indonesia adalah umat yang beragama dan religius. Seabrek contoh dicoba dan diajukan untuk membuat percaya di dalam dan luar negeri bahwa bangsa ini shalih dengan agama yang dianutnya. Kaum Muslim dengan rasa berat hati, penulis jadikan contoh mengingat mayoritas utama dan terbesar di Indonesia seakan terkesan begitu shalih. Umat begitu antusias ke Masjid untuk shalat atau menyimak ceramah, berpuasa sunnah selain wajib di bulan Ramadhan, kadang ada yang bolak-balik ke tanah suci untuk menunaikan ibadah Haji dan Umrah. Namun apa output segala ibadat atau keshalihan ritual terhadap kehidupan sosial, atau apakah keshalihan ritual menjamin terbentuk keshalihan sosial seperti jujur, rajin, tepat waktu, sopan atau berbagai disiplin lainnya? Hati anda pasti bisa menjawabnya.
Kasus Indonesia jelas membuktikan bahwa keshalihan ritual belum tentu sejalan dengan keshalihan sosial. Kedua hal tersebut seakan sulit menyatu bagai sulitnya air berlarut dengan minyak. Bahkan mungkin Indonesia dapat menjadi wakil dari keadaan tersebut di dunia Muslim. Korupsi menempati nomor 6 di dunia dan pornografi menempati urutan kedua, jelas membuktikan bahwa kehidupan ritual dan sosial seakan berjalan sendiri-sendiri. Indonesia tetap atau masih dikenal sebagai negara korup, preman, mistik atau segala jenis kebobrokan hukum/moral lainnya
Inilah suatu bukti bahwa betapa dangkal kaum Muslim Indonesia memahami agama Islam. Pada hakikatnya bangsa ini tidak beragama, mereka sibuk mencari dunia: yang kaya menambah kekayaannya dan mengamankan asetnya, sedangkan si miskin jungkir balik demi sesuap nasi, sehingga tidak sempat membaca buku agama. Namun konyolnya, jika ada kasus yang sedikit terkait dengan agama, mereka beramai-ramai berebut omong agama, semua ingin didengar pendapatnya. Mendadak semua menjadi “pakar” agama.
Langkah untuk memperbaiki umat di Indonesia adalah terus menerus memberi pemahaman agama sesuai sumber aslinya. Jangan buru-buru menyatakan secara resmi negara ini menjadi negara Islam, apa gunanya syari’at Islam secara formal tercantum dalam konstitusi atau hukum tertulis lainnya jika umatnya belum faham atau siap? Islam mengutamakan isi, bukan kulit. Jika rakyat dengan sadar atau faham agama, tanpa mencantumkan syari’at pun dalam berbagai produk hukum, otomatis Indonesia akan menjadi Islami.
Pembentukan berbagai partai berasaskan Islam atau beramai-ramai ulama masuk partai politik atau menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, belum dapat menjadi ukuran bahwa Indonesia menjadi Islami. Begitu banyak parpol Islam justru menunjukan bahwa kaum Muslim terpecah-belah, padahal agama menyuruh umat bersatu. Ulama masuk parpol atau berpolitik praktis berakibat ulama punya musuh politik, padahal ulama justru harus berada di atas semua golongan. Ulama menjadi anggota dewan perwakilan rakyat justru lebih banyak asyik mengurus jabatan atau mempertahankan jabatan, bukan mengurus atau membela umat.
Bahkan ada kecenderungan ulama menjadi selebritis selain para artis, politisi atau atlit, ini mengandung resiko bahwa mereka akan berjarak dengan umat, yang mayoritas justru menengah ke bawah. Padahal ulama harus “merangkul” semua golongan. Serahkan politik, hukum atau ekonomi kepada ahlinya, namun ulama mesti menjadikan yang bersangkutan sadar atau faham untuk berperilaku agamis, semisal menjaga batas halal dan haram di dalam segala aspek kehidupan masyarakat karena ulama merupakan panutan umat penerus akhir dari ajaran para rasul utusan allah.
Masih ada lagi kebejadan yang tak disadari, padahal telah menempatkan Indonesia dalam peringkat 2 di dunia, yaitu pornografi, mencakup pula prostitusi. Praktek korupsi -yang lebih banyak bikin heboh- ternyata menempatkan Indonesia “hanya” pada peringkat 6 dunia.
Sadar tak sadar, Sekarang banyak kaum Muslim beriman dalam pengakuan namun sekuler dalam perbuatan. Yang diajarkan dalam Islam, bahwa Tuhan mengawasi ke mana-mana. Manusia dituntut untuk sadar bahwa tuhan tidak hanya ada di masjid namun hadir di mana-mana. Jadi perilaku manusia selalu dalam lingkup ibadah semisal dalam mencari rezeki atau berpolitik. Wallahu’alam bishshawwab.
Maka dari pada itu cara yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan bangsa ini adalah bahwa selain dakwah dengan mulut (dakwah bil lisan), juga dakwah dengan praktek (dakwah bil haal). Jangan umat hanya diceramahi agama, padahal perutnya lapar atau bajunya kurang bahan. Tetapi, perbaiki juga kehidupan sehari-hari mereka. Islam tidak mengenal pemisahan urusan dunia dengan akhirat, ritual dengan sosial atau pemisahan antara material dengan spiritual. Semua terkait erat karena dunia atau materiel juga anugerah Tuhan, maka didapat dan dipakai juga sesuai dengan kehendak Tuhan. Sungguh tepat sabda rasul, “kefakiran dapat menyebabkan kekafiran”. Miskin dapat menggoda orang menjadi penipu, pencuri, perampok, pembunuh atau pindah agama.
Dengan demikian memberantas kemiskinan dan kebodohan harus disadari sebagai bagian dari ibadah, bukan cuma shalat, puasa, doa-doa atau ngaji-ngaji! Jelaslah bahwa bersekolah, berdagang, berpolitik juga dapat bernilai ibadah. Jelaslah bahwa hal ini bukan cuma tugas ulama, kyai, tetapi juga presiden, menteri, gubernur, jenderal dan terutama kita sebagai pemuda-pemuda Islam tulang punggung penerus bangsa dan Agama tercinta. Barokallahu fiina.

Daftar pustaka:
Indra ganie.2007.Muslim Indonesia Suatu Kritik Diri.e-book:www.cedsos.com
Rafick ishak.2008.Catatan Hitam Lima President Indonesia. Jakarta:Cahaya insan suci
Dweck carols.2007.Change Your Maind Set. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
Lang Jeffrey.2006.Aku Beriman Maka Aku Bertanya. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta

0 komentar:

win gayo ku nasar woy by : sadum_andes@yahoo.com cinta akan selalu milik nasar