>

HUBUNGI HP 081332003107

Sabtu, 10 April 2010

Kerancuan Pileg 2009

Kerancuan Pileg 2009

KALAU setiap kita mau merekam secara acak kesiapan masyarakat memberikan suaranya pada Pemilihan anggota Legislatif (Pileg) 9 April 2009 lalu, kita pasti pesimistis. Ini tidak mengada-ada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) boleh saja mengklaim Pileg 2009 lancar dilaksanakan. Tetapi bagaimana kita harus mendeskripsikan kualitas pelaksanaan Pileg 2009, itulah esensi persoalannya. Masih begitu banyak warga kita yang tidak atau belum tahu bagaimana cara memberikan suaranya. Dalam satu rukun tetangga (RT) ada warga yang mengaku sudah menerima surat undangan untuk mencontreng. Tetapi tetangganya belum tahu apa-apa. Ada yang masih yakin bahwa cukup dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP), setiap orang yang punya hak pilih boleh mencontreng. Belakangan muncul kebingungan karena warga boleh mencontreng hanya jika diundang.
Muncul kesan kalau Pileg 2009 memang direkayasa agar kualitasnya rendah, sosialisasinya begitu minim, aturannya berubah-ubah, kerja KPU tidak focus, tidak ada yang peduli dengan menggelembungnya golput, jumlah pemilih tidak pernah berkepastian, dan logistik pemilu terus saja menghadirkan masalah. Pokoknya dari aspek manajemen, persiapan Pemilu Legislatif 2009 paling kacau. Produktivitas KPU benar-benar mengecewakan. Bahkan hingga dua hari menjelang pemungutan suara, logistik di banyak daerah pemilihan masih bermasalah. Karena itu kita cenderung untuk yakin bahwa Pemilu Legislatif 2009 tidak memenuhi syarat untuk disebut sukses. Kalaupun terlaksana dia hanya memenuhi titah undang-undang tentang kewajiban melaksanakannya setiap lima tahun. Tak mungkin sukses karena jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya akan menggelembung.
Selain direkayasa untuk mutu rendahan, ada gelagat buruk. Fakta manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) yang terungkap di hampir semua daerah mengindikasikan ada yang ingin berbuat curang. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, DPT bermasalah itu tidak layak lagi untuk diidentifikasi sebagai akibat kesalahan atau kelalaian petugas pencatat (human error). DPT bermasalah itu sudah memenuhi syarat untuk disebut sebagai sebuah kesalahan yang direncanakan dengan matang dan dikerjakan dengan cermat. Ada yang beranggapan agar isu DPT bermasalah tak perlu dibesar-besarkan, karena jumlahnya tidak signifikan. Cara menyikapi masalah seperti itu jelas tidak benar. Berapa pun jumlah, jika itu bertendesi pada manipulasi suara, tak hanya wajib dicegah, tetapi pelaku atau pemberi order manipulasi DPT harus dicari dan diberikan sanksi hukum.
Karena itu, agar Pileg 2009 tidak dimenangi kelompok-kelompok manipulatif, semua elemen masyarakat, utamanya partai politik peserta Pileg 2009, harus kompak melakukan pengawasan dan pengamanan. Pengawasan harus sampai ke soal-soal yang detail. Pengamanan ekstra amat diperlukan untuk mencegah intervensi para manipulator serta mereka yang mungkin mencoba melakukan intimidasi terhadap petugas pemilihan atau saat penghitungan suara.
KPU tidak bisa lagi diharapkan. Kita semua harus menanggung risiko akibat buruknya kinerja KPU. Sekarang, paling penting bagi kita semua adalah Pileg 2009 harus terlaksana tepat waktu, seburuk apa pun kualitasnya. Tak cukup hanya dengan terlaksana tepat waktu, melainkan juga keterlibatan semua pihak mengamankan penghitungan suara. Sangat penting bagi kita untuk menjaga stabilitas keamanan. Sebab, sudah diperkirakan bahwa suasana pasca Pileg 2009 akan ingar-bingar karena munculnya banyak gugatan dari caleg atau parpol yang merasa dirugikan oleh metode penghitungan suara untuk menetapkan caleg terpilih.

Calon di pilih yang membingungkan
Terlepas dari proses dan hasil angka yang diperoleh para kontestan PEMILU Legislatif 2009 yang baru saja digelar, bahwa selama bergulirnya kegiatan PEMILU 2009 ini telah terjadi proses pembelajaran sangat berharga dalam diri saya. Untuk sampai pada pencontrengan nama calon dan partai yang saya pilih, saya merasakan adanya perubahan sudut pandang saya dalam menentukan pilihan. Seperti dimaklumi, PEMILU legislatif kali ini merupakan PEMILU berorientasi orang (saya menyebutnya people-oriented). Di tengah-tengah berjibunnya jumlah partai dan para calon yang membingungkan, saya berupaya untuk menentukan pilihan dengan mengutamakan kapasitas dan kredibilitas dari calon yang bersangkutan, tentunya berdasarkan informasi dan pengetahuan yang saya miliki atau dengan kata lain, apapun partainya yang penting orangnya.
Sayangnya, tidak selamanya saya harus berpegang pada people-oriented, untuk pemilihan caleg tingkat provinsi, sejujurnya saya mengalami kesulitan untuk memahami kapasitas dari para calon yang terdaftar. Untuk kasus ini saya lebih cenderung mempercayakan kepada partainya, yang menurut pemikiran saya relatif memiliki kredibilitas lebih baik. Dalam hal ini, prinsip yang saya pegang jika tidak kenal orangnya maka pilihlah partainya yang paling dipercaya.
Hal lain yang menjadi pertimbangan saya dalam memilih orang maupun partai adalah sejauh mana kepedulian dan komitmennya terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Jangan harap dapat suara dari saya jika orang ataupun partai yang bersangkutan kurang atau bahkan sama sekali tidak memiliki indikasi untuk memajukan pendidikan di negeri ini.
Itulah pembelajaran yang saya dapati dalam PEMILU Legislatif 2009 ini, yang bisa dikatakan sebagai bentuk dukungan saya terhadap upaya demokratisasi dan kemajuan pendidikan di negeri ini. Mungkin akan lain cerita, jika ada seseorang yang bukan sebagai Pegawai Negeri Sipil atau peraturan PEMILU-nya memungkinkan Pegawai Negeri Sipil untuk berkiprah dalam politik. Walaupun demikian, saya tetap menghendaki dan berkeyakinan sebaiknya Pegawai Negeri Sipil tidak usah dilibatkan dalam politik praktis, biarkan mereka bekerja secara profesional sesuai bidangnya masing-masing, tanpa memandang siapa dan partai apa yang harus dan sedang berkuasa.

0 komentar:

win gayo ku nasar woy by : sadum_andes@yahoo.com cinta akan selalu milik nasar